Pada tahapan ini, saya mulai menggali lebih dalam mengenai apa sebenarnya yang dimaksud dengan scaffolding dan bagaimana konsep ini bekerja dalam ZPD. Saya mempelajari bahwa scaffolding bukanlah bantuan sekenanya yang diberikan saat siswa tampak kesulitan, melainkan strategi terencana yang bertujuan menjembatani kemampuan aktual siswa menuju potensi maksimal mereka. Saya mendalami berbagai tantangan yang muncul dalam penerapan scaffolding, seperti kurangnya interaksi sosial, waktu pembelajaran yang terbatas, serta minimnya instruksi eksplisit dalam tugas. Tantangan ini tidak asing bagi saya, karena sering saya temui saat praktik mengajar di lapangan. Dari eksplorasi ini, saya dikenalkan pada tiga panduan penting dalam scaffolding menurut Quintana et al., yaitu sense making, process management, dan articulation and reflection. Ketiga panduan ini membuka sudut pandang baru bagi saya, bahwa memberikan bantuan dalam belajar tidak bisa sembarangan, ada struktur, ada tujuan, dan ada strategi. Saya merasa konsep sense making sangat relevan dengan kebiasaan saya menggunakan media visual, sedangkan process management mengingatkan saya pentingnya mengatur alur tugas agar tidak membuat siswa bingung. Saya mulai menyadari bahwa memberikan bantuan yang baik berarti mengembangkan kemampuan siswa, bukan menggantikannya. Hal ini menuntut saya untuk lebih sadar dalam mendesain pembelajaran yang memandu siswa belajar secara mandiri, tapi tetap dalam jangkauan yang realistis.
Comments
Post a Comment